Saturday, 22 November 2008
PENDERITAAN INDONESIA RAYA, SALAH SIAPA?
Dalam sajak ini digambarkan betapa susahnya menjadi rakyat Indonesia. Sambil mengisap sebatang lisong, dan melihat Indonesia Raya, kita dapat mendengar, mengetahui 130 Juta rakyat Indonesia sudah tak memiliki harga diri, kita ditindas, derajat tak berharaga, oleh kekuasaan para cukung, yang berak di atas kepala rakyat Indonesia. Kita hanya biasa terdiam tak bisa melawan mereka si kalangan atas.
Ditengah kelamnya kehidupan rakyat Indonesia, mentari pagi terbit dengan indah, namun ternyata tak membawa harapan, yang terlihat adalah delapan juta kanak-kanak Indoesia yang tak mampu mengenyam bangku pendidikan.
Si aku yang yang ingin bertanya tak mampu lagi bertanya, karena pertanyaan-pertanyaan si aku terhalangi oleh kekuasaan yang tak berjalan dengan baik dan rendahnya pengetahuan sosial kehidupan di bangku pendidkan.
Delapan juta kanak-kanak, menghadapi kehidupan yang panjang yang harus dilaluinya karena kanak-kanak itu tak memiliki hak untuk memilih, berjuang tanpa pepohonan (pepohonan atau tanaman merupakan asal dari sebuah kehidupan) yang merupakan sumber kehidupan. Para kanak-kanak menjalani hidup tanpa sempat beristirahat, menuju pada masa depan yang tidak jelas.
Tidak ada lagi udara segar yang dapat diharapkan, melihat sarjana-sarjana menganggur yang berjuang keras di jalan-jalan sebagai orang yang tidak bekerja untuk mendapatkan pekerjaan, dan melihat wanita yang hamil berdiri mengantre tak mengenal lelah untuk mendapatkan modal kehuidupan: uang pensiun.
Kalangan atas, para teknorat berkata, membela diri bahwa bangsa kita adalah bangsa yang malas, yang harus dibangun dan di perbaharui, agar sesuai dengan teknologi yang berkembang, yang banyak diimpor ke Indonesia Raya oleh mereka si kalangan atas.
Gunung-gunung menjulang tinggi dengan langit berwarna indah saat senjakala, dan si aku melihat kegelisahan, protes-protes yang tak bisa disampaikan terimpit di bawah kegelapan.
Si akau bertanya, namun pertanyaan si aku terhalang oleh mereka yang menikmati keindahan dan kekayaan dunuiawi, yang selalu hanya melihat diri sendiri, yang berpesta anggur dan keindahan bulan, sementara ketidakadilan banyak terjadi di dekatnya, delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan, termangu dalam harappanya pada dewi kesenian, seni kehidupan.
Para penerus bangsa tak akan lagi dapat melihat jelas, matanya berkunang-kunang di bawah iklan berlampu neon, iklan sepenggal kehidupan di bawah cahaya kehidupan yang palsu. Berjuta-juta harapan orang tua pada anakanya berubah menjadi tekanan yang kacau, menjadi bagin dari perjalannan panjang si kanak-kanak layaknya karang pada samudra
Si kalangan atas harus merubah siksa yang dirasakan oleh rakyat Indonesia Raya ini, si kalangan atas harus mandiri, tak perlu lagi menengadahkan tangan pada kemampuan luar negeri, yang harus si kalangan atas lakukan hanya mencari metode yang baik, namun si kalangan atas sendiri yang harus berusaha memanfaatkannya unruk kebaikan bersama, kebaikan Indonesia Raya. Si kalangan atas harus membuka diri, harus melihat kehidupan di jalan sesungguhnya, melihat kehidupan di desa sebenarnya, dan menemukan apa yang sesungguhnya melanda bangsa ini, sehingga dapat menghayati dan mengerti persolaan yang ada.
Inilah sajak dari si aku. Dalam menghadapi masalah-masalah penting, diciptakan sebuah solusi yang diharapkan dapat membenahi kehidupan. layaknya kesenian yang menyelesaikan masalah lingkungan dan layaknya pemikiran-pemikiran untuk menyelesaikan masalah kehidupan
“Sajak Sebatang Lisong” terderi dari tiga bagian, yaitu bagian I adalah bait 1-4, bagian II bait 5-10, dan bagian III bait 11-12. bagian I digunakan utuk mengungkapkan kenyataan penderitaan yang dihadapi oleh rakyat Indonesia Raya. Sepertihalnya penindasan pada rakyat yang lemah, kehilangan pendidikan pada kanak-kanak dan kurangnya pendidikan sosial di bangku sekolah serta sulitnya mempertanyakan keadilan pada si kalangan atas. Sehingga nantinya delapan juta kanak-kanak yang kehilangan kesempatan mengenyam pendidikan harus berusaha menghadapi kehidupam dengan masa depan yang tak jelas.
Pada bagian II ditunjukan bahwa di mata si kalangan atas, yang salah bukanlah diri mereka, rakyatnyalah yang bodoh, yang perlu di upgrade sehingga dapat bersaing, menggunakan teknologi buatan asing yang mereka banggakan. Di atas kemegahan yang didapat oleh si kalangan atas, diatas kemegahan yang ditunjukkan oleh kalangan atas, yang pada dasarnya rakyat Indonesia Raya masih menangis, dangan kegelisahan yang dipendam dalam harapan-harapan para orang tua pada anaknya sebagai penerus bangsa.
Pada bagain III itu ditunjukan untuk menyelesaikan permasalahan yang telah terjadi, untuk menjadi bangsa yang mandiri, pemerintahaan yang mandiri, rakyat yang mandiri, berhenti tergantung pada negara lain. Pemerintah diharapkan dapat terjun langsung ke bawah menemukan permasalahan hingga keakarnya sehingga dapat memberikan penyelesaian yang tapat.
Secara ringkasnya oleh Rendra ditunjukkan pada bagian I bahwa rakyat Indonesia Raya sangat menderita dalam tekanan oleh si kalangan atas, oleh rendahnya pendidikan di negara Indonesia Raya. Pada bagian ini tersirat bahwa rakyat Indonesia Raya hidup dalam ketidakpastian masa depan yang disebabkan oleh ketidakpedulian si kalangna atas. Karena itu pada bagian II diberikan pembelaan bahwa masalah-masalah yang timbul disebabkan oleh rakyat itu sendiri, bukan si kalngan atas. Hal ini berdasarkan dari sudut pandang kalangan atas, para teknorat. Pada bagian II ini juga dijelaskan bahwa ketidaksesuian atas apa yang diungkapakan oleh kalangaan atas dengan realita penderitaan, saat ia berani menyalahkan rakyatnya sendiri, si kalangan atas malah bersenang-senang menikmati kekayaan dan keindahan duniawi. Rendra ingin mengungkapkan ironi yang terjadi di Indonesia Raya ini. Pada bagian III, Rendra memberikan penyelesaian menurut cara pandang Rendra sendiri yaitu kemandirian sebagi pokok utama dalam pemberantasan masalah pelik yang dihadapi Indonesia Raya.
Dalam sajak ini koheresi antara arti kata, suasana, ketidakadilan, kebingungan, ketakutan itu tampak pada bagian I dan bagian II, bait 1-10 ditunjukan oleh kata-kata yang berarti ketidakadilan, yang berekuivalensi dengan bunyi berat vokal a, dan u, serta o: Dua tiga cukung mengangkang berak di atas kepala mereka, dan akau melihat delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan, memebentur meja kekuasaan yang macet, menghadapi satu jalan panjang, tanpa pilihan, tanpa dangau persinggahan, mengisap udara yang disemprot deodoran, membentur jidat penyair-penyair salon. Kebingungan dan ketakutan yang tercermin pada: Aku bertanya, tanpa ada bayangan ujungnya, protes-protes yang terpendam, terimpit di bawah tilam, termangu-mangu di kaki Dewi Kesenian, menjadi gemalau suara yang kacau.
Bunyi vokal yang berat: a, u, o (Slametmuljana, 1956:72) sangat membantu dalam memeberikan suasana kesedihan dan penegasan intensitas ketidakadilan, kebingungan, ketakutan yang menyebabkan siksaan pada rakyat Indonesia Raya.: Dua tiga cukung mengangkang/ berak di atas kepala mereka// …aku melihat delapan juta kanak-kanak/ tanpa pendidikan/ tanpa pilihan/ tanpa dangau persinggahan (bait 1-4) − dan memuncak pada biat ke 5-10: mengisap udara/ yang diesmprot deodorant// protes-protes yang terpendam/ terimpit di bawah tilam// termangu-mangu di kaki Dewi Kesenian// menjadi gemalau suara yang kacau (bait 10 baris 5). Namun di bait 11-12 tergambar kelegaan dari permsalahan tersebut, yakni ditemukannya penyelesaian masalah pada bagian ini, diperkuat dengan pemikiran Rendra: Inilah sajakku (bait 12 baris 1) sehingga dapat menegaskan arti dari penyelaseian permasalahan yang tertera pada baris 11 dengan pemaparan oleh penulis pada bait 12 baris 2 hingga 6 tentang sebuah keseimbangan dunia.
Pada bagian I dan II digambarkan berbagai permasalahan yang menunjukan kesedihan, kebingungan, dan ketidakadilan, maka citraan yang sesuai dengan itu yaitu citra gerak visual, dan auditif (pendengaran). Citra-citra tersebut memberikan kekonkretan. Ketiga citraan itu dijalin bersama.
Pada bait 1, 3, 5 dan 9 terlihat citra gerak yang menggambarkan permaslahan-permasalahn rakyat Indonesia Raya dan pencerminan kegiatan yang tertulis: Mengisap sebatang lisong/ dua tiga cukung mengngkang/ berak di atas kepala mereka// aku bertanya// antre uang pensiunan//…bersajak tentang anggur dan rembulan.
Penyampain sajak yang digunakan oleh penulis, menggunakn citra pendengaran (auditif) yang terlihat pada bait 1, 7, dan 10: mendengar 130 juta rakyat // bahwa bangsa kita adalah malas/ bahwa bnangs mesti di bangun/ mesti di up-grade/disesuaikan dengan teknologi yang diimpor//…gemalau suara yang kacau.
Sedngkan citra-citra visual untuk memeperjelas segala kegiatan dan permsalahan yang dihdapi Indonesia Raya adalah pada bait 1-10: melihat Indonesia Raya// matahari terbit/ fajar tiba/…melihat delapan juta kanak-kanak// tanpa pepohonan/ tanpa dangau persinggahan//…melihat sarjana-sarjana menganggur/ melihat wanita bunting//…di langit// gunung-gunung menjulang/ langit pesta warna di dalam senjakala/…aku melihat// termangu-mangu di kaki Dewi Kesenian// berkunang-kunang pandang matanya/…karang di bawah muka samudra.
Bahasa puisi memproyeksikan prinsip ekuivalensi dari poros pemilihan ke poros kombinasi (jakobson, 1978:358). Dalam hal ini selian citraan, pemilihan kata, dan penggunaan bunyi yang ekspresif yang digunakan bersama untuk menciptakan suatu kehidupan dari sebuah puisi, maka juga digunakan sarana retorika yang melebih-lebihkan sesuatu hal (Selametmuljana, Tt :27) dikombinasikan dengan ulangan, terutama pleonasme (pengulangan arti) dan perumpamaan berupa metafora.
Hiperbola yang memeperkeras arti dan intensitas tersebut sebagai berikut: Berak di atas kepala mereka// delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan// mengisap udara yang disemprot deodoran// gunung-gunung menjulang//l angit pesta warna dalam senjkala// gemalau suara yang kacau.
Pleonasme yang memperkuat atau memperkeras arti yang terkandung dalam bait 1 hingga 12 adalah sebagai berikut: Matahari terbit fajar tiba. Sedangkan perumpamaan-perumpamaan atau metafora dalam puisi ini dalah sebagi berikut: Pemerintah yang diibaratkan cukung, kehidupan yang dikiaskan dengan pepohonan, pemuda dan pemudi yang diibaratkan dengan bunga-bunga. Metafora-metafora itu merupakn metafora impilist yang memeberikan efek kepadatan, mejadikan ekspresif. Metafora-metafora tersebut sekaligus merupakan citraan yang memperjelas dan menghidupkan gambaran: cukung, pepohonan, bunga-bunga.(har)
Optimalisasi Kopi Luwak Dalam Agroindustri
Menurut sejarah, penanaman komersial kopi pertama kali dilakukan di Arab pada abad ke-15. Saat itu, kopi merupakan komoditi perdagangan yang berkelas sehingga dijaga dengan sangat ketat. Para petani Arab berusaha dengan berbagai cara untuk menghentikan negara lain memperoleh biji kopi mereka yang berharga [1].
Kopi kemudian menyebar ke Eropa, dan minuman ini menjadi populer selama abad ke-17. Orang Belanda merupakan yang pertama kali mengimpor kopi dalam skala besar ke Eropa. Pada tahun 1690, Belanda melakukan penyelundupan biji kopi karena tanaman atau biji mentahnya tidak diizinkan keluar kawasan Arab[1].
Kopi pun dengan cepat menyebar ke Eropa. Meski masyarakat Italia sudah mengenal kopi sejak abad ke-10, namun pembukaan kedai kopi pertama, Botega Delcafe di Italia, baru terjadi pada tahun 1645. Kedai kopi itu kemudian menjadi pusat pertemuan para cerdik pandai di negeri pizza tersebut. Di Kota London, coffee house pertama dibuka di George Yard di Lombat Sreet dan di Paris, kedai kopi dibuka pada tahun 1671 di Saint Germain Fair.
Pada abad ke-18, misionaris (utusan), para pedagang serta kolonis memperkenalkan kopi pada Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Lingkungan alamnya yang alami terbukti merupakan tempat yang tepat untuk bertanam kopi sehingga kopi dapat tumbuh menyebar dengan cepat[1].
Sedangkan di Amerika, kopi dijadikan minuman nasional di Amerika Serikat dan menjadi menu utama di meja-meja makan pagi. Ketika kopi mencapai kawasan koloni Amerika, pada awalnya tidak sesukses di Eropa karena dianggap kurang bisa menggantikan alkohol. Akan tetapi, selama Perang Revolusi, permintaan terhadap kopi meningkat cukup tinggi, sampai para penyalur harus membuka persediaan cadangan dan menaikkan harganya secara dramatis. Sebagian hal ini didasari oleh menurunnya persediaan teh oleh para pedagang Inggris[1].
Begitulah sejarah perkembangan kopi di dunia. Kopi berhasil menyebar dengan cepat dan memiliki penggemar di seluruh dunia. Bahkan kopi berhasil mengubah pola hidup rakyat dunia. Saat ini, kopi menjadi primadona dunia karena kopi berhasil menempatkan dirinya menjadi minuman ke-2 terbanyak diminum oleh masyarakat dunia setelah air[1].
Indonesia yang merupakan tanah bekas jajahan Belanda merupakan tempat yang dipilih oleh Belanda untuk ditanami kopi. Awalnya, pemerintah Belanda menanam kopi di daerah sekitar Batavia (Jakarta), Sukabumi, dan Bogor. Kopi juga ditanam di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatra, dan Sulawesi. Pada permulaan abad ke-20 perkebunan kopi di Indonesia terserang hama yang hampir memusnahkan seluruh tanaman kopi. Namun pada saat itu ada jenis kopi yang tidak terserang hama. Kopi tersebut ditanaman di Timor dan Flores yang disebut dengan nama kopi arabika[1].
Bencana alam, Perang Dunia II dan perjuangan kemerdekaan, semuanya mempunyai peranan penting bagi kopi di Indonesia. Pada awal abad ke-20 perkebunan kopi berada di bawah kontrol pemerintahan Belanda. Infrastruktur dikembangkan untuk mempermudah perdagangan kopi. Sebelum Perang Dunia II di Jawa Tengah terdapat jalur rel kereta api yang digunakan untuk mengangkut kopi, gula, merica, teh, dan tembakau ke Semarang untuk kemudian diangkut dengan kapal laut. Kopi yang ditanam di Jawa Tengah umumnya adalah kopi arabika. Sedangkan, di Jawa Timur (Kayu Mas, Blewan, dan Jampit) umumnya adalah kopi robusta. Di daerah pegunungan dari Jember hingga Banyuwangi terdapat banyak perkebunan kopi arabika dan robusta[1].
Meliahat sejarah panjang yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dapat dikatakan bahwa bangsa ini memiliki pengalaman labih dalam menanam, mengolah, dan memanfaatkan kopi. Indonesia merupakan tempat yang strategis untuk menanam berbagai macam jenis kopi, terutama jenis robusta dan arabika. Kedua jenis ini merupakan kopi yang memiliki kualitas ekspor dan tentunya berdaya tahan tinggi terhadap serangan hama kopi. Indonesia sesungguhnya memiliki potensi yang besar untuk menjadi penghasil kopi tersbesar. Dari segi geografis yang dimilikinya, Indonesia tepat berada di garis katulistiwa. Ini menandakan bahwa Indonesia memilki iklim tropis yang cocok untuk kehidupan tanaman kopi. Selain itu, Indonesia merupakan negara kepulauan yang tentunya menjadikan Indonesia banyak memiliki dataran tinggi dan dataran rendah, yang merupakan lahan tanam. Untungnya lagi, Indonesia merupakan negara yang datarannya merupakan garis penyebaran gunung-gunung vulkanis di dunia. Sehingga tentunya kandungan humus alami yang menyebabakan tanaman dapat tumbuh subur dimiliki Indonesia. Tidaklah mustahil apabila Indonesia menjadi negara pengekspor kopi terbesar di dunia. Namun pada kenyataanya, Indonesia bukanlah penghasil kopi nomor 1 di dunia.
Ada dua spesies dari tanaman kopi; arabika adalah kopi tradisional, dan dianggap paling enak rasanya, robusta memiliki kafein yang lebih tinggi dapat dikembangkan dalam lingkungan dimana arabika tidak akan tumbuh. Sehingga kopi ini membuatnya menjadi pengganti arabika yang murah. Robusta biasanya tidak dinikmati sendiri, dikarenakan rasanya yang pahit dan asam. Robusta kualitas tinggi biasanya digunakaan dalam beberapa campuran ekspreso [2].
Salah satu jenis kopi yang tidak biasa dan sangat mahal harganya adalah sejenis robusta di Indonesia yang dinamakan kopi Luwak. Kopi ini dikumpulkan dari kotoran Luwak, yang proses pencernaanya memberikan rasa yang unik.
Keberadaan kopi di Indonesia bukan saja sebagai barang konsumsi semata, namun kopi juga mampu menyediakan lapangan kerja. Perkebunan kopi mampu menyediakan lapangan kerja lebih dari 2 juta kepala keluarga petani dan memberikan pendapatan yang layak bagi mereka. Disamping itu juga tercipta lepangan kerja bagi pedagang pengumpul hingga eksportir, buruh perkebunan besar dan buruh industri pengolahan kopi. Di sisi lain ekspor komoditas kopi mampu menghasilkan devisa lebih dari US $ 500 juta/tahun pada periode 1994-1998[3].
Namun peranan komoditas kopi tersebut mulai memudar sejak tahun 2000. Khususnya setelah perkopian dunia dilanda krisis akibat membanjirnya produksi kopi dunia. Harga kopi dunia terus merosot hingga mencapai titik terendah selama 37 tahun terakhir pada awal tahun 2002 dan belum menunjukkan perbaikan yang berarti. Kondisi tersebut berdampak langsung pada harga kopi di tingkat petani karena biji kopi Indonesia sangat tergantung pada pasar internasional. Harga kopi di tingkat petani sangat rendah, sehingga berdampak negatif bagi perekonomian nasional terutama di sentra-sentra produksi kopi seperti Lampung dan Sumatera Selatan[3].
Berbagai upaya telah dilakukan untuk memperbaiki harga kopi, baik ditingkat regional, nasional maupun internasional, tetapi belum membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan. Harga kopi di tingkat petani belum mampu untuk menutupi biaya produksinya dan petani terpaksa membiarkan kebun kopi tidak terpelihara. Bahkan sebagian tanaman kopi ada yang ditebang dan diganti dengan tanaman lain. Dengan kondisi seperti ini, kopi Indonesia akan semakin kehilangan daya saing dan peranannya makin berkurang [3].
Kopi Luwak memiliki harga jual diantara $120 sampai dengan $600 USD per pon, dan dipasarkan di Jepang dan Amerika Serikat. Walaupun kopi Luwak ini meningkatkan pemasukan devisa bagi Negara Indonesia, namun suplainya sangat terbatas, hanya 1000 pon, tiap tahun di seluruh pasar dunia. Salah satu cafe, the Heritage Tea Rooms, di Queensland, Australia menyajikan Kopi Luwak di menunya dengan harga $50.00 per cangkir.
Bandingkan dengan harga ekspor kopi jenis robusta yang bernilai 120 sen US$ per pon, dan harga kopi arabika mencapai US$ 2,50 per pon. kopi luwak memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi[4].
Di peringkat dunia luasan areal perkebunan kopi Indonesia berada pada urutan besar kedua. Namun untuk produksi dan ekspor ada di posisi empat. Saat ini dengan produktivitas kopi sebesar 792 kg biji kering per hektar per tahun Indonesia masih dibawah Brazil (1.000 kg/ha/tahun), Kolombia (1.220 kg/ha/tahun), bahkan Vietnam (1.540 kg/ha/tahun) [5].
Dari luas areal 1,30 juta ha pada 2006, sebagian besar yakni 95,9 persen dusahakan dalam bentuk perkebunan rakyat dan sisanya 4,10 persen berupa perkebunan besar baik oleh PTPN maupun swasta. Data Ditjen Perkebunan mencatat perkebunan kopi yang diusahakan di Indonesia saat ini sebagian besar berupa kopi Robusta seluas 1,30 juta ha dan kopi Arabika mencapai 177.100 ha dengan total produksi 682.158 ton dan ekspor 413.500 ton pada 2006 dengan nilai 586.877 dolar AS. Sementara itu pada 2007 total produksi kopi nasional sebanyak 686.763 ton serta luas areal 1,31 juta ha[5].
Saat ini, kopi merupakan minuman ke-2 yang dikonsumsi di seluruh dunia. Finlandia merupakan negara yang konsumsi per kapitanya paling tinggi, dengan rata-rata konsumsi per orang sekitar 1400 cangkir setiap tahunnya. Kopi merupakan komoditas nomor dua yang paling banyak diperdagangkan setelah minyak bumi. Total 6,7 juta ton kopi diproduksi dalam kurun waktu 1998-2000 saja. FAO memperkirakan, pada tahun 2010, produksi kopi dunia akan mencapai 7 juta ton per tahun[1].
Menurut ketua umum asosiasi eksportir indonesia (AEKI), Hasan Wijaya, produksi di Indonesia sekarang ini sekitar 350.000 ton per tahun[6]. Jika kita hitung kembali nilai ekonominya, digunakan sampel 100.000 ton atau 200.000.000 pon. Untuk produksi kopi jenis luwak ditabulasikan dengan harga jual $600 USD per pon didapat nilai ekonominya sebesar $120.000.000.000 USD per tahun. Sementara jenis arabika dan robusta didapat $500.000.000 USD per tahun dan $240.000.000 USD per tahun. Ini sungguh angka mengejutkan dari produksi luwak.
Indonesia sebagai pengekspor nomor 1 di dunia membutuhkan waktu yang lama dengan harga yang tinggi. Sehingga diperlukan alternaltif yang lain untuk meningkatkan harga jual ekspor kopi Indonesia. Indonesia memilki kopi yang unik yaitu kopi luwak. Harga kopi luwak sangat tinggi di pasaran sehingga apabila kopi luwak dikelola dengan profersional bukan tidak mungkin Indonesia menjadi pengekspor kopi paling berhasil di Dunia.***
[1]:http//:www.netsince.com/Kopi, Minuman Lezat yang Sempat Terlarang/2008
[2]:http://bla3x.blogspot.com/2005/09/manfaat-kopi.html
[3]:http://209.85.175.104/search?q=cache:SyR_zfjZti0J:tumoutou.net/702_07134/
herman.pdf
[4]:http://en.wikipedia.org/wiki/Kopi_Luwak
[5]:www.kompas.com/read/xml/2008/03/19/1102529/produksi.kopi.indonesia.mas
ih.posisi.empat.dunia
[6]: www.sinarharapan.co.id/ekonomi/promarketing/2004/0323/prom1.html
Subscribe to:
Posts (Atom)