Saturday 22 November 2008

Optimalisasi Kopi Luwak Dalam Agroindustri


Menurut sejarah, penanaman komersial kopi pertama kali dilakukan di Arab pada abad ke-15. Saat itu, kopi merupakan komoditi perdagangan yang berkelas sehingga dijaga dengan sangat ketat. Para petani Arab berusaha dengan berbagai cara untuk menghentikan negara lain memperoleh biji kopi mereka yang berharga [1].

Kopi kemudian menyebar ke Eropa, dan minuman ini menjadi populer selama abad ke-17. Orang Belanda merupakan yang pertama kali mengimpor kopi dalam skala besar ke Eropa. Pada tahun 1690, Belanda melakukan penyelundupan biji kopi karena tanaman atau biji mentahnya tidak diizinkan keluar kawasan Arab[1].
Kopi pun dengan cepat menyebar ke Eropa. Meski masyarakat Italia sudah mengenal kopi sejak abad ke-10, namun pembukaan kedai kopi pertama, Botega Delcafe di Italia, baru terjadi pada tahun 1645. Kedai kopi itu kemudian menjadi pusat pertemuan para cerdik pandai di negeri pizza tersebut. Di Kota London, coffee house pertama dibuka di George Yard di Lombat Sreet dan di Paris, kedai kopi dibuka pada tahun 1671 di Saint Germain Fair.
Pada abad ke-18, misionaris (utusan), para pedagang serta kolonis memperkenalkan kopi pada Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Lingkungan alamnya yang alami terbukti merupakan tempat yang tepat untuk bertanam kopi sehingga kopi dapat tumbuh menyebar dengan cepat[1].
Sedangkan di Amerika, kopi dijadikan minuman nasional di Amerika Serikat dan menjadi menu utama di meja-meja makan pagi. Ketika kopi mencapai kawasan koloni Amerika, pada awalnya tidak sesukses di Eropa karena dianggap kurang bisa menggantikan alkohol. Akan tetapi, selama Perang Revolusi, permintaan terhadap kopi meningkat cukup tinggi, sampai para penyalur harus membuka persediaan cadangan dan menaikkan harganya secara dramatis. Sebagian hal ini didasari oleh menurunnya persediaan teh oleh para pedagang Inggris[1].
Begitulah sejarah perkembangan kopi di dunia. Kopi berhasil menyebar dengan cepat dan memiliki penggemar di seluruh dunia. Bahkan kopi berhasil mengubah pola hidup rakyat dunia. Saat ini, kopi menjadi primadona dunia karena kopi berhasil menempatkan dirinya menjadi minuman ke-2 terbanyak diminum oleh masyarakat dunia setelah air[1].
Indonesia yang merupakan tanah bekas jajahan Belanda merupakan tempat yang dipilih oleh Belanda untuk ditanami kopi. Awalnya, pemerintah Belanda menanam kopi di daerah sekitar Batavia (Jakarta), Sukabumi, dan Bogor. Kopi juga ditanam di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatra, dan Sulawesi. Pada permulaan abad ke-20 perkebunan kopi di Indonesia terserang hama yang hampir memusnahkan seluruh tanaman kopi. Namun pada saat itu ada jenis kopi yang tidak terserang hama. Kopi tersebut ditanaman di Timor dan Flores yang disebut dengan nama kopi arabika[1].
Bencana alam, Perang Dunia II dan perjuangan kemerdekaan, semuanya mempunyai peranan penting bagi kopi di Indonesia. Pada awal abad ke-20 perkebunan kopi berada di bawah kontrol pemerintahan Belanda. Infrastruktur dikembangkan untuk mempermudah perdagangan kopi. Sebelum Perang Dunia II di Jawa Tengah terdapat jalur rel kereta api yang digunakan untuk mengangkut kopi, gula, merica, teh, dan tembakau ke Semarang untuk kemudian diangkut dengan kapal laut. Kopi yang ditanam di Jawa Tengah umumnya adalah kopi arabika. Sedangkan, di Jawa Timur (Kayu Mas, Blewan, dan Jampit) umumnya adalah kopi robusta. Di daerah pegunungan dari Jember hingga Banyuwangi terdapat banyak perkebunan kopi arabika dan robusta[1].
Meliahat sejarah panjang yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dapat dikatakan bahwa bangsa ini memiliki pengalaman labih dalam menanam, mengolah, dan memanfaatkan kopi. Indonesia merupakan tempat yang strategis untuk menanam berbagai macam jenis kopi, terutama jenis robusta dan arabika. Kedua jenis ini merupakan kopi yang memiliki kualitas ekspor dan tentunya berdaya tahan tinggi terhadap serangan hama kopi. Indonesia sesungguhnya memiliki potensi yang besar untuk menjadi penghasil kopi tersbesar. Dari segi geografis yang dimilikinya, Indonesia tepat berada di garis katulistiwa. Ini menandakan bahwa Indonesia memilki iklim tropis yang cocok untuk kehidupan tanaman kopi. Selain itu, Indonesia merupakan negara kepulauan yang tentunya menjadikan Indonesia banyak memiliki dataran tinggi dan dataran rendah, yang merupakan lahan tanam. Untungnya lagi, Indonesia merupakan negara yang datarannya merupakan garis penyebaran gunung-gunung vulkanis di dunia. Sehingga tentunya kandungan humus alami yang menyebabakan tanaman dapat tumbuh subur dimiliki Indonesia. Tidaklah mustahil apabila Indonesia menjadi negara pengekspor kopi terbesar di dunia. Namun pada kenyataanya, Indonesia bukanlah penghasil kopi nomor 1 di dunia.
Ada dua spesies dari tanaman kopi; arabika adalah kopi tradisional, dan dianggap paling enak rasanya, robusta memiliki kafein yang lebih tinggi dapat dikembangkan dalam lingkungan dimana arabika tidak akan tumbuh. Sehingga kopi ini membuatnya menjadi pengganti arabika yang murah. Robusta biasanya tidak dinikmati sendiri, dikarenakan rasanya yang pahit dan asam. Robusta kualitas tinggi biasanya digunakaan dalam beberapa campuran ekspreso [2].
Salah satu jenis kopi yang tidak biasa dan sangat mahal harganya adalah sejenis robusta di Indonesia yang dinamakan kopi Luwak. Kopi ini dikumpulkan dari kotoran Luwak, yang proses pencernaanya memberikan rasa yang unik.
Keberadaan kopi di Indonesia bukan saja sebagai barang konsumsi semata, namun kopi juga mampu menyediakan lapangan kerja. Perkebunan kopi mampu menyediakan lapangan kerja lebih dari 2 juta kepala keluarga petani dan memberikan pendapatan yang layak bagi mereka. Disamping itu juga tercipta lepangan kerja bagi pedagang pengumpul hingga eksportir, buruh perkebunan besar dan buruh industri pengolahan kopi. Di sisi lain ekspor komoditas kopi mampu menghasilkan devisa lebih dari US $ 500 juta/tahun pada periode 1994-1998[3].
Namun peranan komoditas kopi tersebut mulai memudar sejak tahun 2000. Khususnya setelah perkopian dunia dilanda krisis akibat membanjirnya produksi kopi dunia. Harga kopi dunia terus merosot hingga mencapai titik terendah selama 37 tahun terakhir pada awal tahun 2002 dan belum menunjukkan perbaikan yang berarti. Kondisi tersebut berdampak langsung pada harga kopi di tingkat petani karena biji kopi Indonesia sangat tergantung pada pasar internasional. Harga kopi di tingkat petani sangat rendah, sehingga berdampak negatif bagi perekonomian nasional terutama di sentra-sentra produksi kopi seperti Lampung dan Sumatera Selatan[3].
Berbagai upaya telah dilakukan untuk memperbaiki harga kopi, baik ditingkat regional, nasional maupun internasional, tetapi belum membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan. Harga kopi di tingkat petani belum mampu untuk menutupi biaya produksinya dan petani terpaksa membiarkan kebun kopi tidak terpelihara. Bahkan sebagian tanaman kopi ada yang ditebang dan diganti dengan tanaman lain. Dengan kondisi seperti ini, kopi Indonesia akan semakin kehilangan daya saing dan peranannya makin berkurang [3].
Kopi Luwak memiliki harga jual diantara $120 sampai dengan $600 USD per pon, dan dipasarkan di Jepang dan Amerika Serikat. Walaupun kopi Luwak ini meningkatkan pemasukan devisa bagi Negara Indonesia, namun suplainya sangat terbatas, hanya 1000 pon, tiap tahun di seluruh pasar dunia. Salah satu cafe, the Heritage Tea Rooms, di Queensland, Australia menyajikan Kopi Luwak di menunya dengan harga $50.00 per cangkir.
Bandingkan dengan harga ekspor kopi jenis robusta yang bernilai 120 sen US$ per pon, dan harga kopi arabika mencapai US$ 2,50 per pon. kopi luwak memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi[4].
Di peringkat dunia luasan areal perkebunan kopi Indonesia berada pada urutan besar kedua. Namun untuk produksi dan ekspor ada di posisi empat. Saat ini dengan produktivitas kopi sebesar 792 kg biji kering per hektar per tahun Indonesia masih dibawah Brazil (1.000 kg/ha/tahun), Kolombia (1.220 kg/ha/tahun), bahkan Vietnam (1.540 kg/ha/tahun) [5].
Dari luas areal 1,30 juta ha pada 2006, sebagian besar yakni 95,9 persen dusahakan dalam bentuk perkebunan rakyat dan sisanya 4,10 persen berupa perkebunan besar baik oleh PTPN maupun swasta. Data Ditjen Perkebunan mencatat perkebunan kopi yang diusahakan di Indonesia saat ini sebagian besar berupa kopi Robusta seluas 1,30 juta ha dan kopi Arabika mencapai 177.100 ha dengan total produksi 682.158 ton dan ekspor 413.500 ton pada 2006 dengan nilai 586.877 dolar AS. Sementara itu pada 2007 total produksi kopi nasional sebanyak 686.763 ton serta luas areal 1,31 juta ha[5].
Saat ini, kopi merupakan minuman ke-2 yang dikonsumsi di seluruh dunia. Finlandia merupakan negara yang konsumsi per kapitanya paling tinggi, dengan rata-rata konsumsi per orang sekitar 1400 cangkir setiap tahunnya. Kopi merupakan komoditas nomor dua yang paling banyak diperdagangkan setelah minyak bumi. Total 6,7 juta ton kopi diproduksi dalam kurun waktu 1998-2000 saja. FAO memperkirakan, pada tahun 2010, produksi kopi dunia akan mencapai 7 juta ton per tahun[1].
Menurut ketua umum asosiasi eksportir indonesia (AEKI), Hasan Wijaya, produksi di Indonesia sekarang ini sekitar 350.000 ton per tahun[6]. Jika kita hitung kembali nilai ekonominya, digunakan sampel 100.000 ton atau 200.000.000 pon. Untuk produksi kopi jenis luwak ditabulasikan dengan harga jual $600 USD per pon didapat nilai ekonominya sebesar $120.000.000.000 USD per tahun. Sementara jenis arabika dan robusta didapat $500.000.000 USD per tahun dan $240.000.000 USD per tahun. Ini sungguh angka mengejutkan dari produksi luwak.
Indonesia sebagai pengekspor nomor 1 di dunia membutuhkan waktu yang lama dengan harga yang tinggi. Sehingga diperlukan alternaltif yang lain untuk meningkatkan harga jual ekspor kopi Indonesia. Indonesia memilki kopi yang unik yaitu kopi luwak. Harga kopi luwak sangat tinggi di pasaran sehingga apabila kopi luwak dikelola dengan profersional bukan tidak mungkin Indonesia menjadi pengekspor kopi paling berhasil di Dunia.***


[1]:http//:www.netsince.com/Kopi, Minuman Lezat yang Sempat Terlarang/2008
[2]:http://bla3x.blogspot.com/2005/09/manfaat-kopi.html
[3]:http://209.85.175.104/search?q=cache:SyR_zfjZti0J:tumoutou.net/702_07134/
herman.pdf
[4]:http://en.wikipedia.org/wiki/Kopi_Luwak
[5]:www.kompas.com/read/xml/2008/03/19/1102529/produksi.kopi.indonesia.mas
ih.posisi.empat.dunia
[6]: www.sinarharapan.co.id/ekonomi/promarketing/2004/0323/prom1.html

No comments: