Friday, 19 December 2008
Keyakinan “Aliran Sesat”
Buku merupakan benda yang paling dekat dengan para pelajar. Dan buku merupakan sumber dari segala pengetahuan yang ada. Buku setiap saat bisa kita temukan dimana pun kita berada. Tak hanya para pelajar yang selalu berdampingan dengan buku, para pegawai bahkan ibu rumah tangga sekalipun masih mengenal dengan baik apa itu sebuah buku.
Buku yang merupakan sumber dari segala pengetahuan yang selama ini kita dapatkan memiliki hari suci tersendiri, bagi umat Hindu. Hari suci tersebut dikenal dengan nama hari raya Saraswati. Hari raya Saraswati merupakan hari dimana dewi Saraswati yang merupakan dewi dari ilmu pengetahuan turun ke bumi. Dan pada saat inilah buku-buku yang ada di sekitar kita menerima anugerah dari Yang Maha Kuasa dengan wujud dewi Saraswati.
Perayaan hari raya suci ini diadakan setiap enam bulan sekali, yaitu pada Saniscara Umanis Watugunung. Perayaan hari suci ini berdasarkan pawukon yang berarti hari raya yang perhitungannya berdasarkan wuku. Setelah perayaan hari raya Saraswati pada keesokan harinya yaitu Redite Pahing Shinta yang disebut Banyu Pinaruh merupakan saat dimana semua orang memohon anugerah dari Dewi Saraswati. Banyu Pinaruh berarti air suci ilmu pengetahuan.
Dewi Saraswati yang merupakan dewi dari ilmu pengetahuan ini digambarkan sebagai dewi yang berparas cantik yang berdiri diatas teratai. Hal itu berarti ilmu pengetahuan tersebut menarik untuk dipelajari. Tapi apakah dengan membayangkan bahwa ilmu pengetahuan tersebut sama seperti dewi yang berparas cantik orang-orang dan khususnya para pelajar menjadi tertarik untuk berbondong-bondong mengejar pengetahuan tersebut?
Bisa dikatakan walaupun ilmu pengetahuan itu secantik dewi yang berparas ayu orang-orang tetap menganggap ilmu pengetahuan itu tetap membosankan, apalagi jika sumber ilmu pengetahuan tersebut bersumber dari buku-buku yang tebalnya mungkin beratus-ratus halaman. Pada hari raya Saraswati ada sebuah keyakinan yang sudah sedari dulu melekat di dalam agama Hindu, yaitu dilarang membaca buku di saat hari suci itu berlangsung.
Keyakinan tersebut memang terdengar aneh, tetapi orang-orang tua zaman dulu menganggap pada saat hari raya Saraswati, dewi Saraswati tengah bersemedi di dalam buku-buku tersebut. Sehingga kita tidak boleh membaca buku tersebut agar tidak mengganggu dewi Saraswati yang sedang bersemedi saat itu. Karena keyakinan tersebutlah pada hari Saraswati buku-buku yang ada tidak terbaca. Padahal sebenarnya keyakinan tersebut merupakan persepsi yang kurang tepat. Pada hari turunnya Dewi Saraswati orang-orang seharusnya membaca buku bukan menjauhi buku.
Selain itu jika dilihat dari segi para pembaca, pembaca pun jujur merasa senang karena bebas dari kegiatan membaca dalam waktu satu hari penuh pada hari raya Saraswati. Beberapa menyebutkan bahwa minat membaca pada hari raya tersebut tetap sama seperti hari-hari biasanya, tidak ada yang istimewa. Seharusnya pada hari raya Saraswati kita malah lebih bersemangat untuk membaca buku, apalagi pada hari tersebut dewi Saraswati turun membawakan sinar ilmu pengetahuan kepada umat manusia. Ironisnya fakta yang ada membuktikan bahwa para pembaca pada hari itu lebih senang mengikuti keyakinan “sesat” tersebut, yaitu tidak membaca buku pada hari turunnya ilmu pengetahuan.
Definisi yang mengajak kita ke “aliran sesat” ini memang sudah sangat melekat dari zaman dahulu kala. Saat perayaan Saraswati kala itu para nenek moyang kita tidak diijinkan belajar membaca atau menulis. Padahal sebenarnya hal yang terjadi pada saat hari raya Saraswati adalah tidak boleh mengikat atau membunuh huruf. Artinya pada hari suci tersebut kita tidak boleh menghentikan bunyi huruf, jika kita menulis dengan aksara kita akan menemukan huruf yang diikat.
Misalnya saja p)kk/ . (pekak) tanda “ / ”merupakan tanda taleng yang berfungsi sebagai pengikat huruf. Huruf yang diikat tersebut merupakan huruf mati yang dianggap dibunuh oleh tanda taleng tersebut sehingga bunyi huruf menjadi terhenti, yang seharusnya dibaca k. (ka) malah dibaca k/. (k). Hal inilah yang tidak diperbolehkan terjadi saat hari raya Saraswati, yaitu membunuh huruf atau mengikat huruf.
Selain itu para pembaca harusnya merasa senang jika hari itu diwajibkan membaca buku. Karena pada saat hari raya Saraswati, ilmu pengetahuan yang kita dapatkan lebih dari biasanya. Dan mungkin saja saat kita membaca buku pada hari raya Saraswati kita malah lebih diberkati oleh sakti Dewa Brahma yaitu Dewi Saraswati. Seharusnya pada hari raya Sarawati minat membaca kita menjadi semakin bertambah bukan berkurang. Dan satu hal lagi definisi bahwa pada saat hari raya Saraswati kita tidak boleh membaca adalah salah, yang ada kita tidak boleh membunuh huruf. Maka dari itu pada saat hari raya Saraswati mari kita berlomba-lomba mencari berkah dari Yang Maha Kuasa yaitu dengan cara membaca buku bukan menjauhi buku.(wid/mp)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment